Periode
Ideal Islam?
Masa
lalu perjalanan Islam merupakan belantara luas yang banyak dari
bagian-bagiannya belum dapat terjamah oleh dokumentasi sejarah. Bentangannya
dimulai dari munculnya dakwah Islamiyah di dataran tandus Arabia dan
perkembangannya menjadi paradaban besar yang mendunia. Masa Nabi Muhammad SAW dan masa Khulafa’
ar-Rasyidun, sekitar tahun 570 sampai 661 M,
telah banyak berperan membawa perubahan-perubahan besar dikalangan masyarakat,
khususnya Muslim. Sebelum Islam datang, masyarakat Arab bukan tidak
berkeyakinan, mereka tidak mengingkari adanya Tuhan, tetapi umumnya mereka
menggunakan perantara yaitu patung-berhala untuk menyembah Tuhannya. Dalam
kondisi masyarakat semacam itulah Nabi Muhammad SAW diturunkan. Pribadinya
demikian menarik. Watak spiritualitasnya, keterampilan berpolitik, dan
kemampuannya dalam manajemen, mampu membawanya pada kesuksesesan dalam kerier,
baik sebagai kepala agama maupun sebagai kepala pemerintahan pada masa itu.
Wajar
sekali bila ummat Islam membanggakan masa ini dan berupaya mengkonstruksi Islam
(sosial, ekonomi, politik dan seterusnya) -sedapat mungkin- manyamai masa ini.
Sedikitnya ada dua sebab ummat Islam berpandangan demikian. Pertama,
Nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah atau utusan Allah SWT, yang mendapat titah
langsung mutlak dari Allah SWT. Implikasinya adalah Nabi Muhammad SAW menjadi
teladan karena otentitas Islam bersumber darinya. Kedua, masa Rasulullah
SAW sebagai masa “asal-mula”, peletak dasar pembangunan peradaban Islam adalah
Rasulullah SAW. Tata nilai dan akhlak yang dibangun oleh Rasulullah SAW
selanjutnya menuju pada pembangunan mental spiritual yang matang.
Masa Khulafa’ ar-Rasyidun juga masa yang
penting dalam sejarah Islam. Meskipun hanya berlangsung sekitar 30 tahun,
Khulafa’ ar-Rasyidun berhasil menyelamatkan Islam, mengkonsolidasi dan
meletakkan keagungan umat Islam. Khalifah Abu Bakr menyelamatkan umat Islam
dari perpecahan karena pergantian kepemimpinan dan mempertahankan kebenaran
Islam dari nabi-nabi palsu. Khalifah Umar berhasil mengkonsolidasi Islam di
Arabia, menghancurkan kekaisaran Persia dan Byzantium, serta membangun imperium
yang sangat kuat meliputi Persia, Irak, Kaldea, Syria, Palestina dan Mesir.
Khalifah Utsman memperluas ekspansi emperium Arab ke Asia Tengah dan Tripoli,
selain juga membentuk angkatan laut Arab. Sedangkan Khalifah Ali mengatasi
kekacauan-kekacauan di dalam negeri.
Kepemimpinan
para Khulafa’ ar-Rasyidun hampir semua mewarisi apa yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW. Oleh sebab itu perkembangan Islam saat itu masih lekat dengan
pemerintahan yang bercorak Islam dengan ciri yang sangat pekat. Dan bisa dikatakan
bahwa sendi-sendi Islam dibangun oleh Rasulullah SAW, kemudian sendi-sendi itu
diterapkan oleh para sahabat yang empat setelahnya dalam mengatur
pemerintahannya.
Masa Dinasti Umayyah memberi kontribusi besar
bagi Islam selanjutnya. Pemindahan ibukota kekuasaan Islam dari Madinah ke
Damaskus, ekspansi kekuasaan Islam meluas tebentang dari
Spanyol, Afrika Utara, Timur Tengah, sampai ke perbatasan Tiongkok. Selain itu,
keberhasilan ini juga diikiuti oleh keberhasilan perjuangan bagi penyebaran
syariat Islam, baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang politik dan
ekonomi. Keberhasilan ini sangat membanggakan, sekalipun belum cukup sebanding
dengan pencapaian peradaban yang dibangun masa Islam sesudahnya, Dinasti
Abbasiyyah, yang berhasil mencapai
puncak kegemilangan sepanjang perkembangan peradaban Islam. Peradaban Islam
mengalami puncak kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyyah ini. Perkembangan ilmu
pengetahuan luar biasa pesat. Hal ini diawali dengan penerjemahan naskah-naskah
asing, terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat
pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait al-Hikmah, dan terbentuknya
madzhab-madzhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan
berpikir. Berbeda dengan dinasti sebelumnya, kesultanan Uthmani lebih
memfokuskan pencapaian di bidang ekspansi kekuasaan. Pengaruh dinasti ini
menjangkau wilayah yang sangat luas, termasuk Eropa Timur, Asia Kecil, Asia
Tengah, Timur Tengah dan Afrika Utara.
Pencapaian masa-masa setelah Ralusullah SAW
dan Khulafa’ Rasyidun bila disimpulkan secara umum yaitu pencapaian di bidang
peradaban dan bidang ekspansi kekuasaan. Dalam bidang peradaban, masa Abbasiyah
menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Pesatnya perkemangan peradaban juga
didukung oleh kemajuan ekonomi yang menjadi penghubung dunia Timur dan Barat.
Stabilitas politik yang relatif baik -terutama pada masa Abbasiyah awal- ini
juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam. Sedangkan di bidang ekspansi kekuasaan,
Uthmani menorehakan pencapaian yang sangat agung. Sehingga tak ayal bila
Uthmani juga disebut-sebut emperialis.
Demikian sederetan perjalanan sejarah Islam
dari masa ke masa, memiliki kontribusi yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Masa Nabi Muhammad dan Khulafa’ ar-Rasyidun yang lebih memperkuat internal
Islam, yaitu Aqidah dan persatuan Islam. Sementara masa berikutnya, Umayyah,
Abbasiyah, Uthmani dan yang lainnya untuk memperkenalkan Islam ke dunia yang
lebih besar atau memperluas wilayah kekuasaan Islam.
Bayu Kusferiyanto. Jum’at, 26 Desember 2014
Kontribusi
“Emperium” Uthmani terhadap Islam
Ketika
mengingat kerajaan Uthmani, yang hangat di benak kita adalah ekspansinya yang
luar biasa. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan islam sebelumnya, kerajaan Turki Uthmani
mulai dari raja pertamanya Usman hingga raja terhebatnya Sulaiman al-Qanuni,
lebih memfokuskan pada perkembangan militer. Hal ini dikarenakan bangsa Turki terkenal
sebagai bangsa yang berdarah militer, sehingga semangat militernya sangat kuat.
Untuk itu sebagian besar keuangan kerajaan dipergunakan untuk membiayai
prajurit perang daripada untuk keperluan lain, seperti agama, ilmu pengetahuan
dan lain-lain. Bahkan untuk memperbanyak prajurit, raja kedua Turki Uthmani,
Orkhan mengangkat Bangsa-bangsa non-Turki sebagai prajurit, bahkan anak-anak
Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk
dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok
militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah.
Pasukan inilah yang dapat mengubah Uthmani menjadi mesin perang yang paling
kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri
non-muslim. Hal ini menjadikan kerajaan ini lebih kuat dibandingkan
kerajaan-kerajaan lain, sehingga semakin banyak wilayah yang ditaklukkan maka
semakin banyak pula prajurit-prajurit baru yang dapat dilatih untuk dijadikan
tentara islam. Jadilah kerajaan turki usmani kerajaan yang hebat dan berwilayah
luas. Puncak ekspansi terjadi pada masa Muhammad II yang dikenal dengan gelar al-Fatih.
Kota penting yang berhasil ditaklukkannya adalah Constantinopel ibukota
kerajaan Romawi Timur.
Dalam
mengelola wilayah yang luas sultan-sultan Turki Uthmani senantiasa bertindak
tegas. Sulaiman al-Qanuni menerapkan sistem pemerintahan pembagian
wilayah kekuasaan, sehingga dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai
penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana menteri), yang
membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di
bawahnya terdapat beberapa orang al-Zanaziq atau al-’Alawiyah (bupati).
Hal ini menjadikan kerajaan Turki Uthmani pada masa Sulaiman al-Qanuni
bisa mengatur wilayah yang sedemikian besarnya.
Meskipun
kerajaan Turki Uthmani hebat dalam hal sistem militer dan sistem pemerintahan,
namun mereka tidak terlalu memperhatikan ilmu pengetahuan, yang sebenarnya bisa
lebih memperkuat tenaga militer. Keuangan Negara sebagian besar dipergunakan
untuk membiayai pendidikan militer bangsa-bangsa non-turki untuk dijadikan
prajurit islam yang kuat, sehingga hanya sedikit yang dipergunakan untuk
perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan kelemahan tersendiri bagi Uthmani.
Berbeda dengan kerajaan-kerajaan barat yang lebih memfokuskan perhatian pada
ilmu pengetahuan, sehingga perkembangan ilmu pengetahuannya berkembang pesat,
yang kemudian memperkuat militer dengan senjata-senjata api baru, yang tidak
dimiliki oleh Uthmani.
Sementara
pada masa Bani Umayyah, perkembangan Islam ditandai dengan meluasnya wilayah
kekuasaan Islam dan berdirinya bangunan-bangunan sebagai pusat dakwah Islam.
Kemajuan Islam pada masa ini meliputi: bidang politik, keagamaan, ekonomi, ilmu
bangunan (arsitektur), sosial, dan bidang militer. Sedangkan perkembangan Islam
pada masa Bani Abbasiyah ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan filsafat. Tentu saja kemajuan umat Islam baik pada masa Bani Umayyah maupun
Bani Abbasiyah terjadi tidak secara tiba-tiba. Terjadinya asimilasi antara
bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan
dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat penting di bidang
pemerintahan. Selain itu, mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu
filsafat dan sastra. Adapun pengaruh Yunani masuk melalui berbagai macam
terjemah dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat. Usaha penerjemahan
kitab-kitab asing dilakukan dengan giat sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat
dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi,
kedokteran, filsafat, kimia, dan sejarah. Selain faktor tersebut di atas,
kejayaan Islam ini disebabkan pula oleh adanya gerakan ilmiah atau etos
keilmuan dari para ulama yang ada pada masa ini.
Uthmani
dan Barat adalah Emperialis?
Setelah
membaca dan membandingkan dari beberapa buku sejarah Islam, didapati beragam
istilah-istilah yang dipakai untuk menyebut Uthmani, diantaranya adalah
dinasti, kerajaan, kesultanan, kekaisaran, dan emperium. Terlepas dari
kebenaran masing-masing istilah tersebut, penting bagi kita untuk mengkajinya
lebih lanjut agar pemahaman pembaca sejarah berjalan dalam satu pola yang sama
dan tepat-akurat.
Istilah
Emperialisme digunakan untuk menerangkan dasar-dasar perluasan kekuasaan yang
dilakukan oleh suatu negara. Jika dominasi yang dilakukan Uthmani dan Barat
harus sama-sama diistilahkan emperialisme, maka sekalipun sama istilahnya tentu
akan berdeda corak dan motifnya. Emperim Uthmani merujuk pada sistem pemerintahan
serta hubungan ekonomi dan politik negara. Dasar emperiumnya yaitu dengan
motifasi untuk menyebarkan ide-ide dan kebuadayaan Islam ke seluruh dunia.
Selain juga untuk membangun masyarakat emperialnya yang dinilai masih terbelakang
dan untuk kebaikan (mashlahah) dunia. Sedangkan emperium Barat seperti Portugis,
Belanda, Inggris, Perancis dan lainnya untuk mengawal dan menguasai
negara-negara lain yang dianggap terbelakang dan miskin dengan tujuan
mengeksploitasi sumber-sumber yang ada di negara tersebut untuk menambah
kekayaan dan kekuasaan negara penjajahnya.
Oleh karena itu,
emperialisme bukan hanya dilihat sebagai penindasan terhadap tanah jajahan
tetapi sebaliknya dapat menjadi faktor pendorong pembaharuan-pembaharuan yang
dapat menyumbang kearah pembinaan sebuah bangsa seperti pendidikan, kesehatan,
perundang-undangan dan sistem pemerintahan.
Bayu Kusferiyanto. Jum’at, 26 Desember 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar