Pages - Menu

Senin, 22 Februari 2016

I - Studi Peradaban Islam - Islam dan Imperialisme

Periode Ideal Islam?
Masa lalu perjalanan Islam merupakan belantara luas yang banyak dari bagian-bagiannya belum dapat terjamah oleh dokumentasi sejarah. Bentangannya dimulai dari munculnya dakwah Islamiyah di dataran tandus Arabia dan perkembangannya menjadi paradaban besar yang mendunia. Masa Nabi Muhammad SAW dan masa Khulafa’ ar-Rasyidun, sekitar tahun 570 sampai 661 M, telah banyak berperan membawa perubahan-perubahan besar dikalangan masyarakat, khususnya Muslim. Sebelum Islam datang, masyarakat Arab bukan tidak berkeyakinan, mereka tidak mengingkari adanya Tuhan, tetapi umumnya mereka menggunakan perantara yaitu patung-berhala untuk menyembah Tuhannya. Dalam kondisi masyarakat semacam itulah Nabi Muhammad SAW diturunkan. Pribadinya demikian menarik. Watak spiritualitasnya, keterampilan berpolitik, dan kemampuannya dalam manajemen, mampu membawanya pada kesuksesesan dalam kerier, baik sebagai kepala agama maupun sebagai kepala pemerintahan pada masa itu.
Wajar sekali bila ummat Islam membanggakan masa ini dan berupaya mengkonstruksi Islam (sosial, ekonomi, politik dan seterusnya) -sedapat mungkin- manyamai masa ini. Sedikitnya ada dua sebab ummat Islam berpandangan demikian. Pertama, Nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah atau utusan Allah SWT, yang mendapat titah langsung mutlak dari Allah SWT. Implikasinya adalah Nabi Muhammad SAW menjadi teladan karena otentitas Islam bersumber darinya. Kedua, masa Rasulullah SAW sebagai masa “asal-mula”, peletak dasar pembangunan peradaban Islam adalah Rasulullah SAW. Tata nilai dan akhlak yang dibangun oleh Rasulullah SAW selanjutnya menuju pada pembangunan mental spiritual yang matang.
Masa Khulafa’ ar-Rasyidun juga masa yang penting dalam sejarah Islam. Meskipun hanya berlangsung sekitar 30 tahun, Khulafa’ ar-Rasyidun berhasil menyelamatkan Islam, mengkonsolidasi dan meletakkan keagungan umat Islam. Khalifah Abu Bakr menyelamatkan umat Islam dari perpecahan karena pergantian kepemimpinan dan mempertahankan kebenaran Islam dari nabi-nabi palsu. Khalifah Umar berhasil mengkonsolidasi Islam di Arabia, menghancurkan kekaisaran Persia dan Byzantium, serta membangun imperium yang sangat kuat meliputi Persia, Irak, Kaldea, Syria, Palestina dan Mesir. Khalifah Utsman memperluas ekspansi emperium Arab ke Asia Tengah dan Tripoli, selain juga membentuk angkatan laut Arab. Sedangkan Khalifah Ali mengatasi kekacauan-kekacauan di dalam negeri.
Kepemimpinan para Khulafa’ ar-Rasyidun hampir semua mewarisi apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Oleh sebab itu perkembangan Islam saat itu masih lekat dengan pemerintahan yang bercorak Islam dengan ciri yang sangat pekat. Dan bisa dikatakan bahwa sendi-sendi Islam dibangun oleh Rasulullah SAW, kemudian sendi-sendi itu diterapkan oleh para sahabat yang empat setelahnya dalam mengatur pemerintahannya.
Masa Dinasti Umayyah memberi kontribusi besar bagi Islam selanjutnya. Pemindahan ibukota kekuasaan Islam dari Madinah ke Damaskus, ekspansi kekuasaan Islam meluas tebentang dari Spanyol, Afrika Utara, Timur Tengah, sampai ke perbatasan Tiongkok. Selain itu, keberhasilan ini juga diikiuti oleh keberhasilan perjuangan bagi penyebaran syariat Islam, baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang politik dan ekonomi. Keberhasilan ini sangat membanggakan, sekalipun belum cukup sebanding dengan pencapaian peradaban yang dibangun masa Islam sesudahnya, Dinasti Abbasiyyah, yang berhasil mencapai puncak kegemilangan sepanjang perkembangan peradaban Islam. Peradaban Islam mengalami puncak kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyyah ini. Perkembangan ilmu pengetahuan luar biasa pesat. Hal ini diawali dengan penerjemahan naskah-naskah asing, terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait al-Hikmah, dan terbentuknya madzhab-madzhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berpikir. Berbeda dengan dinasti sebelumnya, kesultanan Uthmani lebih memfokuskan pencapaian di bidang ekspansi kekuasaan. Pengaruh dinasti ini menjangkau wilayah yang sangat luas, termasuk Eropa Timur, Asia Kecil, Asia Tengah, Timur Tengah dan Afrika Utara.
Pencapaian masa-masa setelah Ralusullah SAW dan Khulafa’ Rasyidun bila disimpulkan secara umum yaitu pencapaian di bidang peradaban dan bidang ekspansi kekuasaan. Dalam bidang peradaban, masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Pesatnya perkemangan peradaban juga didukung oleh kemajuan ekonomi yang menjadi penghubung dunia Timur dan Barat. Stabilitas politik yang relatif baik -terutama pada masa Abbasiyah awal- ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam. Sedangkan di bidang ekspansi kekuasaan, Uthmani menorehakan pencapaian yang sangat agung. Sehingga tak ayal bila Uthmani juga disebut-sebut emperialis.
Demikian sederetan perjalanan sejarah Islam dari masa ke masa, memiliki kontribusi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Masa Nabi Muhammad dan Khulafa’ ar-Rasyidun yang lebih memperkuat internal Islam, yaitu Aqidah dan persatuan Islam. Sementara masa berikutnya, Umayyah, Abbasiyah, Uthmani dan yang lainnya untuk memperkenalkan Islam ke dunia yang lebih besar atau memperluas wilayah kekuasaan Islam.




Bayu Kusferiyanto. Jum’at, 26 Desember 2014



Kontribusi “Emperium” Uthmani terhadap Islam
Ketika mengingat kerajaan Uthmani, yang hangat di benak kita adalah ekspansinya yang luar biasa. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan islam sebelumnya, kerajaan Turki Uthmani mulai dari raja pertamanya Usman hingga raja terhebatnya Sulaiman al-Qanuni, lebih memfokuskan pada perkembangan militer. Hal ini dikarenakan bangsa Turki terkenal sebagai bangsa yang berdarah militer, sehingga semangat militernya sangat kuat. Untuk itu sebagian besar keuangan kerajaan dipergunakan untuk membiayai prajurit perang daripada untuk keperluan lain, seperti agama, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Bahkan untuk memperbanyak prajurit, raja kedua Turki Uthmani, Orkhan mengangkat Bangsa-bangsa non-Turki sebagai prajurit, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Uthmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non-muslim. Hal ini menjadikan kerajaan ini lebih kuat dibandingkan kerajaan-kerajaan lain, sehingga semakin banyak wilayah yang ditaklukkan maka semakin banyak pula prajurit-prajurit baru yang dapat dilatih untuk dijadikan tentara islam. Jadilah kerajaan turki usmani kerajaan yang hebat dan berwilayah luas. Puncak ekspansi terjadi pada masa Muhammad II yang dikenal dengan gelar al-Fatih. Kota penting yang berhasil ditaklukkannya adalah Constantinopel ibukota kerajaan Romawi Timur.
Dalam mengelola wilayah yang luas sultan-sultan Turki Uthmani senantiasa bertindak tegas. Sulaiman al-Qanuni menerapkan sistem pemerintahan pembagian wilayah kekuasaan, sehingga dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana menteri), yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-Zanaziq atau al-’Alawiyah (bupati). Hal ini menjadikan kerajaan Turki Uthmani pada masa Sulaiman al-Qanuni bisa mengatur wilayah yang sedemikian besarnya.
Meskipun kerajaan Turki Uthmani hebat dalam hal sistem militer dan sistem pemerintahan, namun mereka tidak terlalu memperhatikan ilmu pengetahuan, yang sebenarnya bisa lebih memperkuat tenaga militer. Keuangan Negara sebagian besar dipergunakan untuk membiayai pendidikan militer bangsa-bangsa non-turki untuk dijadikan prajurit islam yang kuat, sehingga hanya sedikit yang dipergunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan kelemahan tersendiri bagi Uthmani. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan barat yang lebih memfokuskan perhatian pada ilmu pengetahuan, sehingga perkembangan ilmu pengetahuannya berkembang pesat, yang kemudian memperkuat militer dengan senjata-senjata api baru, yang tidak dimiliki oleh Uthmani.
Sementara pada masa Bani Umayyah, perkembangan Islam ditandai dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam dan berdirinya bangunan-bangunan sebagai pusat dakwah Islam. Kemajuan Islam pada masa ini meliputi: bidang politik, keagamaan, ekonomi, ilmu bangunan (arsitektur), sosial, dan bidang militer. Sedangkan perkembangan Islam pada masa Bani Abbasiyah ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Tentu saja kemajuan umat Islam baik pada masa Bani Umayyah maupun Bani Abbasiyah terjadi tidak secara tiba-tiba. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat penting di bidang pemerintahan. Selain itu, mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra. Adapun pengaruh Yunani masuk melalui berbagai macam terjemah dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat. Usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan giat sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, dan sejarah. Selain faktor tersebut di atas, kejayaan Islam ini disebabkan pula oleh adanya gerakan ilmiah atau etos keilmuan dari para ulama yang ada pada masa ini.

Uthmani dan Barat adalah Emperialis?
Setelah membaca dan membandingkan dari beberapa buku sejarah Islam, didapati beragam istilah-istilah yang dipakai untuk menyebut Uthmani, diantaranya adalah dinasti, kerajaan, kesultanan, kekaisaran, dan emperium. Terlepas dari kebenaran masing-masing istilah tersebut, penting bagi kita untuk mengkajinya lebih lanjut agar pemahaman pembaca sejarah berjalan dalam satu pola yang sama dan tepat-akurat.
Istilah Emperialisme digunakan untuk menerangkan dasar-dasar perluasan kekuasaan yang dilakukan oleh suatu negara. Jika dominasi yang dilakukan Uthmani dan Barat harus sama-sama diistilahkan emperialisme, maka sekalipun sama istilahnya tentu akan berdeda corak dan motifnya. Emperim Uthmani merujuk pada sistem pemerintahan serta hubungan ekonomi dan politik negara. Dasar emperiumnya yaitu dengan motifasi untuk menyebarkan ide-ide dan kebuadayaan Islam ke seluruh dunia. Selain juga untuk membangun masyarakat emperialnya yang dinilai masih terbelakang dan untuk kebaikan (mashlahah) dunia. Sedangkan emperium Barat seperti Portugis, Belanda, Inggris, Perancis dan lainnya untuk mengawal dan menguasai negara-negara lain yang dianggap terbelakang dan miskin dengan tujuan mengeksploitasi sumber-sumber yang ada di negara tersebut untuk menambah kekayaan dan kekuasaan negara penjajahnya.
Oleh karena itu, emperialisme bukan hanya dilihat sebagai penindasan terhadap tanah jajahan tetapi sebaliknya dapat menjadi faktor pendorong pembaharuan-pembaharuan yang dapat menyumbang kearah pembinaan sebuah bangsa seperti pendidikan, kesehatan, perundang-undangan dan sistem pemerintahan.




Bayu Kusferiyanto. Jum’at, 26 Desember 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar