BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fiqih adalah ilmu tentang hokum-hukum syaria’at yang bersifat
praktis, yaitu hokum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf.
Atau fiqih adalah hokum-hukum itu sendiri.[1]
Ilmu fiqih adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat
penting kedudukannya dalam kehidupan umat islam. Fiqih termasuk ilmu yang
muncul pada masa awal berkembang agama islam. Secara esensial, fiqih sudah ada
pada masa Nabi SAW, walaupun belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri.
Karena Semua persoalan keagamaan yang muncul waktu itu, langsung ditanyakan
kepada Nabi SAW. Maka seketika itu solusi permasalahan bisa terobati, dengan
bersumber pada Al Qur’an sebagai al wahyu al matludan sunnah sebagai alwahyu
ghoiru matlu. Baru sepeninggal Nabi SAW, ilmu fiqh ini mulai muncul, seiring
dengan timbulnya permasalahan-permasalahan yang muncul dan membutuhkan sebuah
hukum melalui jalan istimbat.
Penerus Nabi Muhammad SAW tidak hanya berhenti pada masa
khulafa’urrosyidin, namun masih diteruskan oleh para tabi’in dan ulama’
sholihin hingga sampai pada zaman kita sekarang ini. Perkembangan ilmu fiqih
bisa kita klasifikasikan secara periodik menurut masanya, yaitu: Masa
Rosulullah SAW, Masa Para Sahabat, Masa Tabi’in, Masa Imam Mujtahid (masa
pembukuan Fiqh), Masa Kemunduran dan Masa Kebangkitan kembali.
Dalam makalah ini, kami mencoba menjelaskan perkembangan Ilmu
Fiqh pada masa Imam-Imam Mujtahid yang teratur dalam beberapa perumusan masalah
di bawah ini.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, Kami merumuskan
beberapa masalah yaitu sebagai berikut:
1.
Bagaimana
Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh pada masa ini?
2.
Apa saja Sumber-sumber Hukum pada masa ini?
3.
Madzhab-madzhab
apa saja yang lahir pada masa ini?
4.
Bagaimana corak penggalian Hukum pada masa ini?
5.
Apa saja Faktor-faktor pesatnya
gerakan Ijtihad pada masa ini?
6.
Bagaimana pentadwinan Fiqh dan
Ushulnya pada masa ini?
1.2 Tujuan Penulisan
Mengacu pada rumusan masalah, maka ada beberapa
tujuan penulisan makalah ini, yaitu untuk:
1.
Mengetahui
Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh pada masa ini
2.
Mengetahui Sumber-sumber Hukum pada masa ini
3.
Mengetahui
Madzhab-madzhab apa saja yang lahir pada masa ini
4.
Mengetahui corak penggalian Hukum pada masa ini
5.
Mengetahui Faktor-faktor pesatnya
gerakan Ijtihad pada masa ini
6.
Mengetahui pentadwinan Fiqh dan
Ushulnya pada masa ini
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan
Kiprah
Rosulullah dan para shahabat dan beberapa generasi di belakang mereka selama
beberapa abad telah menghasilkan kebaikan yang telah kita saksikan, dan tiada perbedaan
di antara mereka dalam patokan-patokan di atas dan manhaj, kecuali mengenai
pemahaman terhadap nash yang disebabkan oleh kemampuan dan latar belakang yang
berbeda. Fiqh di zaman generasi awal Dengan berpedoman pada patokan-patokan
tersebut seperti yang telah diuraikan pada edisi minggu lalu, majulah para
shahabat dan beberapa generasi di belakang mereka selama beberapa abad dan
menghasilkan kebaikan yang telah kita saksikan, dan tiada perbedaan di antara
mereka dalam patokan-patokan di atas dan manhaj, kecuali mengenai pemahaman
terhadap nash yang disebabkan oleh kemampuan dan latar belakang yang berbeda
dalam memahami Ilat (alasan) hukum, dan
karena sebagian diantara mereka mendapatkan dalil sementara yang lain belum
mendapatkannya.
Periode
ini disebut juga sebagai periode pembinaan dan pembukuan hokum Islam. Pada masa
ini Fiqih Islam mengalami kemajuan yang pesat sekali. Penulisan dan pembukuan
hokum Islam dilakukan dengan intensif, baik berupa penulisan hadits-hadits
nabi, fatwa-fatwa para sahabat dan tabiin, tafsir al-Qur’an, kumpulan pendapat
Imam-imam fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqih.[2]
Periade
ini dimulai dari awal-awal abad kedua Hijriyah dan berlanjut hingga pertengahan
abad keempat Hijriyah. Fiqih di masa ini mengalami perkembangan pesat dan
mengagumkan, mengalami kematangan secara sempurna, dan member hasil yang baik
bagi umat manusia. Fiqih member kontribusi pada Negara Islam berupa hokum
perundang-undangan untuk mengatur berbagai urusan dan keperluannya selama
berabad-abad, sehingga umat Islam mendapatkan kebahagiaan dari hokum-hukum
tersebut sedemikian besarnya.[3]
Karena
perkembangannya yang sangat mengagumkan, periode ini disebut dengan sebutan
yang bermacam-macam, mencerminkan keistimewaan periode ini dan mengungkapkan
kondisi fiqih yang ada. Periode ini disebut masa keemasan fiqih, atau masa
kecemerlangan fiqih, atau masa kodifikasi fiqih, atau masa para Mujtahid dan
nama-nama lain yang serupa.
2.2 Sumber-sumber Hukum
Dalam masa ini ada dua macam
suber hukum, yaitu: mashodir muttafaq ‘alaiha dan mashodir mukhtalaf
‘alaiha.
Ada empat sumber hukun yang
disepakati jumhur muslimin, yaitu : al qur’an, sunnah, ijma’ dan qiyas. Sedangkan
sumber hukum yang mukhtalaf yaitu: Istihsan, mashlahah mursalah, istishab,
saddu Dzaro’i’, ‘amal ahli Madinah, qoul sohabiy, ‘urf dan yang terakhir adalah
syar’ man qoblana.[4]
Pada
masa ini seluruh cara berijtihad yang kita kenal sudah digunakan meskipun para
ulama setiap daerah memiliki warna masing-masing dalam berijtihad. Misalnya:
Abu Hanifah dan murid-muridnya di Irak selain Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma, lebih
menekankan penggunaan qiyas dan istihsan. Imam Malik di Hijaz
selain Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma, lebih menekankan penggunaan al-maslahah
al-mursalah.
2.3 Lahirnya Madzhab-madzhab
Pada pereode ini lahir
madzhab=madzhab Islam dengan cirri khas dan orientasi masing-masing. Setiap
madzhab memiliki banyak pengikut yang mengajarkan pendapat-pendapatnya dan
menerapkan manhajnya sebagaimana dibawah ini:[5]
1.
Imam Hanifi
(80-150 H)
Nama lengkapnya adalah Imam Abu Hanifah Nu’man bin
Tsabit bin Sutha bin Mahmuli Taymillah bin Tsa’labah, lahir tahun 80 H di kota
Kufah pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah. Beliau lebih populer
dipanggil Abu Hanifah. Kakeknya seorang Persia beragama Majusi. Hanifah dalam
bahasa Iraq berarti tinta. Ini karena beliau banyak menulis dan memberi fatwa.[6]
Metode Ijtihad Imam Abu Hanifah: Al-Qur’an Hadits dari
riwayat kepercayaan, Fatwa Shabat, Qiyas, Istihsan (keluar dari qiyas umum
karena ada alasan yang lebih kuat).
2.
Imam Maliki
(93-179 H)
Nama lengkapnya Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir
bin Amir al-Asbahi al Madani. Beliau dilahirkan di Madinah tahun 93 H. Sejak
muda beliau sudah hafal Al-Qur’an dan sudah nampak minatnya dalam ilmu agama.[7]
Metode Ijtihad Imam Malik bin Anas: Al-Qur’an, Hadits
(termasuk hadits dhaif yang diamalkan penduduk Madinah), Ijma’, Atsar yang
diamalkan penduduk Madinah, Qiyas, Mashlahah Mursalah (keluar dari Qiyas umum
karena alasan mencari maslahat), Sya’u man qoblanaa.
3.
Imam Syafi’i
(150-204 H)
Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin
Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’I Al-Hasyimi Al-Mutholabi bin Abdi Manaf. Seorang
pemuda Quraisy yang nasabnya bertemu dengan nasab Rasulullah pada Abdu Manaf,
kakek generasi keempat diatas Rasulullah. Beliau lahir di Ghaza, Palestina
(riwayat lain lahir di Asqalan, perbatasan dengan Mesir) pada tahun 150 H, pada
tahun yang sama dengan meninggalnya Imam Abu Hanifah. Beliau dilahirkan
dalam keadaan yatim, diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi serba
kekurangan (miskin).[8]
Metode Ijtihad Imam Syafi’i: Al-Qur’an, Hadits, Ijma’,
Qiyas, Istidlal.
4.
Imam Hanbali
(164-241 H)
Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal
bin Asad Asy-Syaibani Al-Marwazi Al-Baghdadi. Lahir di kota Baghdad pada tahun
164 H. Ayahnya meninggal ketika beliau masih anak-anak dan kemudian dibesarkan
dan diasuh oleh ibunya. Kota Baghdad pada waktu itu merupakan ibukota
Kekhalifahan Bani Abbas dan merupakan gudangnya para ulama dan ilmuwan. Imam
Ahmad bin Hanbal banyak berguru pada ulama-ulama di kota kelahirannya tersebut.[9]
Metode Ijtihad Imam Ahmad bin Hanbal: Nash (Al-Qur’an
& Hadits), Fatwa Sahabat, Pendapat mereka yang lebih mendekati pada
Al-Qur’an dan Sunah, Hadits Mursal / Dhaif, serta Qiyas.
2.4 Corak Penggalian Hukum
Bila pada masa nabi sumber fiqh adalah Al-Qur’an, maka
pada masa sahabat dikembangkan dengan dijadikannya petunjuk Nabi dan ijtihad
sebagai sumber hukum penetapan fiqh. Sesudah masa sahabat, penetapan fiqh
dengan menggunakan sunah dan ijtihad ini sudah begitu berkembang dan meluas.
Dalam kadar penerimaan dua sumber itu terlihat kecenderungan mengarah pada dua
bentuk.[10]
Pertama, dalam menetapkan hasil ijtihad lebih
banyak menggunakan hadis nabi dibandingkan dengan menggunakan ijithad, meskipun
keduanya tetap dijadikan sumber. Kelompok ini biasa disebut “Ahl al-Hadits”
Kelompok ini lebih banyak tinggal di wilayah Hijaz, khususnya Madinah.
Kedua, dalam menetapkan fiqh lebih
banyak menggunakan sumber ra’yu atau ijtihad ketimbang hadis, meskipun
hadis juga banyak digunakan. Kelompok ini disebut “Ahl al-Ra’yi” .
Kelompok ini lebih banyak mengambil tempat di wilayah Irak, khususnya Kufah dan
Basrah.
Munculnya dua kecenderungan ini dapat dipahami,
terutama karena adanya dua latar belakang historis dan sosial yang berbeda. Ahl
al-Hadis muncul di wilayah Hijaz
karena Hijaz khususnya Madinah dan Mekah adalah wilayah tempat nabi bermukim
dalam mengembangkan Islam. Dengan demikian orang-orang Islam di wilayah ini
lebih banyak mengetahui hadis dari nabi. Sebaliknya, di Irak atau Kufah, karena
jauhnya lokasi dari wilayah kehidupan
nabi, maka pengetahuan mereka akan hadis nabi tidak sebanyak yang
diperoleh orang Islam di Hijaz. Di samping itu kehidupan sosial dan mu’amalat
begitu luas serta kompleks karena lokasinya yang lebih maju dari Hijaz. Untuk
mengatasi itu semua mereka lebih banyak dan lebih sering menggunakan ijtihad
dalam penetapan fiqh. Ijtihad itu pun tidak lagi terbatas pada
penggunaan metode qiyas
sebagaimana berlaku pada masa sebelumnya. Kedua aliran ini sama-sama
berkembang dengan pesat. Masing-masing melahirkan madrasah-madrasah fiqh
dan menghasilkan para ahli fiqh.[11]
Kelompok “Ahl al-Hadis” menonjolkan dua madrasah yaitu madrasah
Madinah dan madrasah Mekah. Dari madrasah Madinah dam Mekah ini muncul seoran
mujtahid besar ahli hadis, yaitu Malik bin Anas (w.179 H/705 M) yang kemudian
diikuti kelompok besar yang disebut Mazhab Malikiyyah.
Ahl al-Ra’yi menampilkan dua madrasah besar,
yaitu Madrasah Kufah dan Madrasah Basrah di wilayah Irak. Dari Madrasah Kufah
muncul mujtahid, seperti: ‘Aqamah ibn Qeis, Masruk bin Ajda’, Ubaidah ibnu
Umar, Aswad ibn Yazid al-Nakha’i, Said Ibn Zubair, Amir al-Sya’bi. Sedangkan
Madrasah Basrah menghasilkan mujtahid yang terbesar, yaitu Anas ibn Malik. Dari
para fuqaha’ Madrasah Irak ini muncul mujtahid besar Ahl al-Ra’yi yaitu
Abu Hanifah (w. 150 H/ 767 M) dengan banyak pengikutnya, yang disebut ulama Mazhab
Hanafiyyah.
2.5 Faktor pesatnya gerakan
Ijtihad
Adapun
diantara faktormenyebabkan pesatn dan bergairahnya gerakan ijtihad pada periode ini antara lain, adalah:[12]
a. Meluasnya daerah kekuasaan Islam milai dari perbatasan Tiongkok
di sebelah Timur sampai ke Andalusia (Spanyol sekarang) sebelah Barat.
b. Adanya perhatian Pemerintah (Khalifah) yang besar terhadap Ilmu
Fiqh khususnya, atau terhadap ilmu pengetahuan pada umumnya.
c. Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-diskusi
ilmiah di kalangan ulama.
d. Telah terkodifikasinya referensi utama, seperti Al-Qur’an (pada
masa Khulafaau ar Rosyidiin), Hadits (Kholifah Umar bi Abdul Aziz pada masa
dinasti Umayyah), tafsir dan ilmu tafsir (pada abad pertama hijriyah).
2.6 Pentadwinan Fiqh dan Ushulnya
Fiqh pada mulanya merupakan fatwa-fatwa dan
pendapat-pedapat sahabat, hukum peristiwa-peristiwa yang tumbuh di masa-masa
mereka. Semua ini tidak didewankan dimasa sahabat sendiri. Para sahabat tidak
bermaksud supaya pendapat mereka dianut terus oleh orang-orang yang datang
sesudah mereka. Mereka terus menerus menyelami nash-nash Al-qur’an dan memahami
lafadh-lafadhnya sesuai dengan pekembangan masa dan masyarakat.
Fiqh pada masa itu belum mempunyai guru-guru tertentu
untuk diajarkan di masjid-masjid dan majelis-majelis. Masjid pada masa itu
merupakan perguruan tinggi dalam mata pelajran Al-qur’an, Al-hadits, fiqh dan
lughah. Para pelajar menghafal apa yang dikuliahkan oleh gurunya. Hanya
sebagian saja dari mereka mencatat kuliah gurunya. Inilah sebagai titik tolak
pembukuan fiqh.
Diantara
karya-karya yang ditinggalkan pada masa Imam-imam Mujtahid ini, antara lain:[13]
a. Pembukuan Ilmu Fiqih dan pendapat-pendapatnya.
Fiqh telah dibukukan
lengkap dengan dalil dan alasannya. Diantaranya Kitab Dhahir al-Riwayah
al-Sittah dikalangan Madzhab Hambali. Kitab Al-Mudawanah dalam Madzhab Maliki, Kitab Al-’Umm
di kalangan mazhab al-Syafi’i,
dan lain sebagainya.
b. Dibukukannya Ilmu Ushul Fiqh. Para ulama mujtahid
mempunyai warna masing-masing dalam berijtihadnya atas dasar prinsip-prinsip
dan cara-cara yang ditempuhnya. Misalnya, Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwatha’
menunjukkan adanya prinsip-prinsip dan dasar-dasar yang digunakan dalam berijtihad.
Tetapi orang yang pertama kali mengumpulkan prinsip-prinsip ini dengan
sistematis dan memberikan alasan-alasan tertentu adalah Muhammad bin Idris al-Syafi’i dalam
kitabnya Al-Risalah. Oleh karena itu beliau sebagai pencipta ilmu
Ushul Hadist.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Begitu panjang perjalanan ilmu fiqih dari kemunculannya hingga
sekarang dan mungkin hingga puluhan tahun ke depan fiqih akan selalu berkembang
karena memang hukum islam dengan qoidah mujmalah yang ada dalam al qur’an
sebagai sumber utama islam, menjadi tempat olah pikir para ahli agama untuk
merespon masalah-masalah yang muncul. Sehingga syari’at islam akan selalu
relevan sebagai sumber solusi masalah yang muncul sepanjang zaman.
Ketika datang imam-imam yang berempat,
mereka mengikuti tradisi generasi yang sebelum mereka, hanya sebagian diantara
mereka ada yang lebih dekat kepada Sunah, seperti; penduduk Hijaz (Ahl Hadist)
yang kebanyakan pendukungnya para perowi hadits, sementara sebagian lagi lebih
dekat kepada rasio atau pikiran (Ahl Ra’y), seperti; orang-orang Irak yang
tidak banyak di jumpai dikalangan mereka penghafal-penghafal hadits disebabkan
jauhnya tempat mereka dari tempat diturunkannya wahyu.
Imam-imam
tersebut telah mencurahkan segala kemampuan yang ada pada mereka untuk
memperkenalkan agama ini dan membimbing manusia dengannya, dan mereka larang
orang-orang bertaklid atau mengikut secara membabi buta tanpa mengetahui dalil
atau alasannya.
3.2 Saran
Penulisan makalah ini
diharapkan dapat bermanfaat untuk memperdalam pemahaman mahasiswa agar
mempunyai wawasan yang luas tentang hokum Islam, mempunyai kepekaan yang tinggi
dalam bermadzhab, dan mempunyai tanggung jawab besar dalam beragama.
Makalah ini baik untuk dijadikan literature bacaan, rujukan
penulisan ilmiah islamiah, dan bahan kajian-kajian keagamaan lainnya.
Daftar Pustaka
-
Ali As-Says, Dr. Muhammad. 2003. Sejarah
Fiqih Islam. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar
-
Hanafi, Ahmad. 1995. Pengntar
dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: PT Bulan Bintang
-
Koto, Alaiddin. 2006. Ilmu Fiqih
dan Ushul Fiqih. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
-
Zaidan, Abdul Karim. 2008. Pengantar
Studi Syariah. Jakarta: Robbani Press
-
Zuhri, Muhammad. 1996. Hukum
Islam Dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
-
http://islamwiki.blogspot.com,tanggal
13-12-2011,jam:21.00
[1] Zaidan,
Abdul Karim. 2008. Pengantar Studi Syariah. Hal: 135
[2] Koto,
Alaiddin.2006. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: Hal: 17
[3] Zaidan,
Abdul Karim. 2008. Pengantar Studi Syariah. Hal: 181
[4] Hanafi,
Ahmad. 1995. Pengntar dan Sejarah Hukum Islam. Hal: 204
[5] Zaidan,
Abdul Karim. 2008. Pengantar Studi Syariah. Hal: 185-186
[6] Ali
As-Says, Dr. Muhammad. 2003. Sejarah Fiqih Islam. Hal: 135
[7] Ibid.
Hal: 144
[8] Ibid.
Hal: 151
[9] Ali As-Says, Dr. Muhammad. 2003. Sejarah
Fiqih Islam: 158
[10] Hanafi,
Ahmad. 1995. Pengntar dan Sejarah Hukum Islam. Hal: 203
[11] Hanafi,
Ahmad. 1995. Pengntar dan Sejarah Hukum Islam. Hal: 203-205
[12] Koto,
Alaiddin.2006. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Hal: 17-18
[13] Hanafi,
Ahmad. 1995. Pengntar dan Sejarah Hukum Islam. Hal: 202-203
Tidak ada komentar:
Posting Komentar